Buharak dan Pedandanan Lapah

Penulis
Ir Syamsul A Siradz, MSc. PhD.[1]
Suntan Indrajaya Simbangan Tuala Paksi di Marga I

Pada suatu perhelatan adat khususnya nayuh, puncak kemeriahan adalah pada “lapah” iring-iringan penganten dari suatu rumah tertentu menuju rumah sohibul hajat. Dalam kondisi aslinya di pekon-pekon lapah dimulai dari rumah pemberangkatan yang biasanya adalah rumah penyimbang adat setempat menuju  rumah yang punya hajat.  Acara lapah ini sering juga disebut dengan istilah “buharak” karena dalam acara lapah tsb iring-iringan pengantin dan rombongan diiringi oleh tabuh-tabuhan hadra. Dalam perjalanan sejak meninggalkan rumah pemberangkatan, untuk menjamin keselamatan maka iring-iringan penganten biasanya di awali oleh barisan para pendekar yang siap unjuk kebolehan andaikan ada hambatan atau gangguan dalam perjalanan. Biasanya gangguan pasti ada sehingga pertarungan tak terhindarkan. Setelah petarung pihak penganten memenangkan pertempuran sehingga  gangguan dapat diatasi barulah penganten dan rombongan dapat melanjutkan perjalanan menuju istana bahagia. Intinya untuk mencapai tujuan perlu perjuangan. Itulah suatu tamsil kehidupan yang dikiaskan di dalam acara buharak.  

Dalam acara buharak, ditampilkan juga pernik-pernik “pedandanan” (perlengkapan)  yang berbeda tergantung tingkatan adok dari  penganten yang di “tayuhkan” tsb. Apabila yang ditayuhkan beradok suntan, maka biasanya digunakan semua perlengkapan layaknya lapah suntan. Kalau yang nayuh beradok raja lazimnya digunakan pedandanan lapah raja dst. Di dalam lingkungan buay Tuala berlaku panduan pedandanan lapah sbb:

Perlengkapan Pedandanan dalam lingkungan buay Tuala
Adok
Pedandanan Lapah di bah
Bendera Nasional
Penatap Imbor
Penggalah Muloh
Muli Batin + Tudung
Payan
Pedang
Lampit
Pesirehan
Umbul-Umbul
AlamP Gemiser + Payung Agung
Tanduan  +  Payung  Agung
Suntan Paksi
1
1
2
2
2
2
1
1
12
1
1
Suntan Angkatan
1
1
2
1
2
2
1
1
9
1

Raja
1
1

1
1
1
1

7
1

Batin
1



1
1
1

5



Catatan
·         Suntan Paksi adalah suntan asli yang merupakan keturunan puyang tertua yang “babad alas” di suatu wilayah tertentu, sering juga disebut Suntan Pasak. Dalam lingkungan marga Liwa ada 4 Suntan Paksi  yang lebih dikenal dengan sebutan Paksi Pak Marga Liwa, yaitu: Raja Tuala, Raja Parsi, Raja di Ginting dan Raja di Pulau Langgar.
·         Suntan Angkatan adalah gelar Suntan yang diberikan kepada seseorang atau pejabat pemerintahan yang dianggap berjasa dalam hal pengembangan wilayah, maupun peningkatan harkat dan martabat dari masyarakat adat di wilayah yang bersangkutan. Suntan angkatan lebih bersifat penghargaan kepada seseorang yang di anggap layak karena telah berjasa untuk daerah. Adok suntan tsb hanya untuk dirinya sendiri tidak dapat diturunkan kepada anak keturunannya.
·         Muli Batin adalah anak muli dari Suntan/Raja

Pedandanan Pengahut
Pengahut maksudnya penghargaan dari sai batin atau pengahut jak sai tuha dilom tian sang morian. Pedandanan pengahut sebenarnya sebagai bentuk penghargaan dari sai tuha kepada anak nguranya. Pedandanan pengahut dapat dinaikan 1 tingkat dari pedandanan yang seharusnya diberikan kepada sohibul hajad, misalnya sohibul hajad beradok Batin maka bila ada perkenan dari sai batin dia dapat menggunakan Lapah Raja, tetapi kalau tidak ada izin/perkenan dari sai batin maka dia tidak boleh menggunakan pedandanan diluar pedandanan (pakaian) sendiri. Demikian pula bagi yang beradok Radin, bila ada perkenan dari sai batin maka dia dapat menggunakan pedandanan  Lapah Batin. Bagi yang beradok Mas dan Kimas, bila ada perkenan boleh menggunakan pedandanan Lapah Radin. Kalau  Suntan atau Raja atau Muli Batin hadir dan ikut lapah maka Suntan atau Raja atau Muli Batin lapah dibawah Payung Agung di depan pengantin. Dalam keadaaan seperti ini digunakan peralatan tambahan yaitu pedang (1) di sebelah kanan, payan (1) disebelah kiri dan lampit. Peralatan tambahan ini melekat/mengikuti kehadiran Suntan, Raja atau Muli Batin. Ciri kehadiran Suntan, atau Raja atau Muli Batin adalah Payung Agung, kebayan ti tudungi dengan Payung Lunik

Pedandanan di Lamban tetap sebagaimana seharusnya pedandanan (kawai) ni sohibul hajad, tidak dapat dinaikan sebagaimana pedandanan "lapah di Bah".  Pedandanan pengahut lapah di bah tujuannya untuk menunjukkan/ memamerkan kapada umum/khalayak ramai bahwa sai batin mukahut jama sohibul hajad/anak ngura ni sai batin yang bersangkutan.

Panduan Pedandanan di lom (dalam rumah)
Untuk pedandanan di lamban tidak ada istilah "pedandanan pengahut" 
jadi yang dipakai adalah dandanan asli sesuai dengan kedudukan/adok 
sohibul hajat. Pedandanan di Lamban fungsinya untuk memperlihatkan
kedudukan asli/sesungguhnya dari sohibul hajad di dalam kekerabatan
adat.
 Pedandanan di dalam rumah adalah sbb:
Adok
Kasor
Kelambu
Jambat Agung
Suntan Paksi
12
12
9
Suntan Angkatan
9
9
7
Raja
7
7

Batin
5
5



Bandar Lampung, 23 Februari 2017
 (Ir Syamsul Arifin Siradz, MSc., PhD.



[1] Keturunan Raja Tuala, pekon Gedung Balikbukit, Liwa Lampung Barat

Skema Formasi Lapah Suntan




Formasi Lapah Raja



Urut-urutan barisan adalah sbb: Bagian tengah terdepan adalah pembawa bendera nasional, dibelakangnya diikuti oleh pembawa "penatap imbor". Penatap imbor ini berupa tongkat yang konon fungsinya untuk memastikan jalan yang akan dilalui rombongan cukup baik, aman terhindar dari longsor, tebing terjal dan bebas dari onak dan duri. Masih ditengah, dibelakang penatap imbor adalah lampit dan pesirehan. Lampit adalah sejenis tikar kecil terbuat dari rotan fungsinya untuk tempat duduk paduka suntan andaikan karena satu dan lain hal harus berhenti dalam perjalanan. Pesirehan adalah perangkat "sirih dan pinang" sejenis "camilan" tempo doeloe. Posisi berikutnya adalah muli batin, biasanya anak gadis dari suntan atau raja, boleh satu atau dua orang.

Pada bagian pinggir kiri dan kanan barisan, mulai dari depan sedikit dibelakang penatap imbor adalah pembawa "penggalah muloh", sejenis tongkat besar dan panjang atau lebih tepat disebut "toya". Penggalah muloh berfungsi sebagai alat pertahanan dengan jangkauan yang jauh. Dibelakang penggalah muloh adalah "umbul-umbul selendang miwang"pertanda kebesaran dan kehadiran suntan yang berjumlah 12 (6 dikiri dan 6 dikanan). Dibelakang umbul-umbul adalah payan dan pedang, diikuti oleh tanduan "paduka suntan dan permaisuri"


Tanduan paduka suntan dan permaisuri dikawal langsung oleh "raja pengapit" serta dilengkapi dengan payung agung. Dibelakang tanduan adalah "alam gemiser" yang di dalamnya adalah "suntan tuha dan atau saudara -saudara dari suntan yang bertahta. Berikutnya dibelakangnya adalah keluarga besar kedua pengantin dan yang terakhir adalah group hadra.

Pedandanan Lapah Suntan versi Buay Tuala

Persiapan Lapah-Bagian terdepan ditengah barisan adalah bendera nasional, dikiri kanan 
di apit oleh barisan pendekar. Dibelakang pembawa bendera adalah pembawa 
"penatap imbor", diikuti oleh lampit dan pesirehan.

Persiapan Pengantin 

Persiapan barisan, pembawa umbul-umbul, pembawa payan dan pedang  serta
 "raja pengapit" telah siap untuk memulai pengawalan

Semua telah siap mengikuti prosesi Buharak

Sinyal dari Tim Pengawalan untuk memulai gerakan

Sri Paduka Suntan dan Permaisuri diiringi krabat istana

Keluarga besar kedua mempelai

Group Hadra

Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak, ditengah perjalanan ada gangguan dari 
sekelompok begal sehingga terjadi pertempuran dengan pihak pengawal. 

Setelah petarung kerajaan sepenuhnya menguasai keadaan 
maka perjalanan dilanjutkan

Lampit pesirehan dan muli batin

Sri Paduka Suntan memasuki balairung melewati bentangan "lelamak", dibagian dalam 
telah bersiap para penari yang selanjutnya mengiringi Tuanku Suntan menuju 
singgasana untuk selanjutnya mengikuti prosesi Butetah

Butetah, disampaikan dalam bentuk pantun dengan syair-syair bernuasa kehidupan 
masa muda pengantin berdua, latar belakang pendidikan, riwayat pertemuan 
keduanya dan dalam bagian terakhir adalah adok dari pengantin berdua

Alih generasi telah berlangsung, kepemimpinan baru dan harapan baru telah bersemi 
dilingkungan Saibatin Buay Tuala Marga Liwa, Lampung Barat

Komentar

Postingan Populer